08 October 2006

Adenocarcinoma

Ini cerita tentang upaya ibu mertuaku memerangi penyakit kankernya. Beliau divonis menderita kanker kolon dua setengah tahun yang lalu. Sudah stadium tiga. Dokter menyarankan operasi pengangkatan. Tapi keluarga tidak setuju. Maka ibu pun berpetualang dari satu jenis pengobatan ke jenis pengobatan lain.

Mula-mula ibu minum ramuan yang diberikan Dr. Cipto, Solo (ahli penyakit dalam dan ahli ramuan). Ramuan berupa berbagai kapsul itu --diminum tiga kali sehari, kadang sekali telan 14 biji-- itu harus diminum selama enam bulan. Kenyang deh, menelan kapsul! Ditambah dengan aneka pantangan yang sangat banyak macamnya, selama minum obat itu ibu jadi kehilangan selera makan dan mulutnya sangat kering. Tapi ibu "lulus" minum ramuan itu selama enam bulan, bahkan tujuh bulan. Sebulan sekitar tujuh juta rupiah, bo! Hasilnya? Hmm... belum kelihatan.

Lalu ibu mencoba ramuan Dayang Sumbi dari Mojokerto. Harganya jauhhh... lebih murah. Konon, pada awal-awal minum ramuan ini ibu merasa lebih enak. Beraknya --maaf-- jarang mengandung darah. Tapi berhubung jamunya sangat kental dan lintreg-lintreg, lama-lama ibu merasa eneg. So, berhentilah dari minum jamu ini.

Lantas ada yang merekomendasikan pengobatan sinshe. Menurut sinshe itu, ibu harus minum ramuannya selama dua bulan, dijamin sembuh! Harga ramuannya sebungkus (untuk sehari) seratus ribu rupiah. Dibeli juga, namanya pengin sembuh! Tiap hari minum jamu. Dua bulan lewat... dn tidak ada tanda-tanda penyakit ibu berkurang. Sinshe itu menganjurkan perpanjangan waktu (heee... memangnya main bola?) satu bulan. Tapi ibu tidak mau. Merasa diakali.

Oh ya, selama itu ibu juga minum jamu-jamu rebusan sendiri seperti mahkota dewa, kunyit putih, dan macam-macam jamu jawa lainnya.

Yang lucu, pernah ada yang menyarankan "operasi tanpa pisau". Lokasinya nun di pelosok dusun di kawasan Balongpanggang, Gresik. Operasi itu harus dijalankan pada hari yang ditentukan, sarana yang dibawa pun kembang dan kemenyan. Namanya juga orang panik --siapa orangnya yang tidak panik berhadapan dengan kanker stadium lanjut-- didatangi juga "dokter" itu. Dengan mata yang ditutup kain merah, teriring asap kemenyan yang mengepul, dengan keris kecil dan beras kuning ditutup daun pisang ditumpangkan di pusar, pada ibu dibacakan jampi-jampi. Sebentar kemudian "operasi"-pun selesai, dan di atas daun pisang itu ada segumpal daging dan lemak yang dikatakan sel kanker ibu. Dibanding tarif medis, tarif "operasi ajaib" itu sangat murah. Hanya setengah juta rupiah. Hah?

Tapi sesudah itu kondisi ibu malah tambah parah. Sekitar tiga bulan ibu tidak bisa berak! Kebayang tidak? Setiap kali ke WC, yang keluar hanya darah dan lendir. Sakitnya tak tertahankan.

Maka ibu pun menyerah. Kembali ke rumah sakit. Kali ini di Surabaya. RS Haji. Dan tak ada lagi pilihan lain. Seluruh sel kankernya diangkat. Rectumnya diangkat dan dijahit sekalian. Tak terhindarkan lagi, ibu harus pakai colostomy bag seumur hidup. Dalam catatan patologi anatominya tertulis: adenocarcinoma grade II, Duke's C, T1N3Mx, Ca rectum stage III B.

Selesai? Belum.

Sesudah operasi kondisi ibu jelek. Maklum sudah tua. 66 tahun. Susah makan. Depresi pula. Dan banyak bintik-bintik granulasi yang terus-menerus tumbuh di sekitar stoma-nya. Maka rencana kemoterapi pun tertunda-tunda. Dan dalam pemeriksaan USG tiga minggu sesudah operasi Mile's procedure itu, ketahuanlah sel-sel kanker ibu ternyata sudah bermetastase ke liver. Stadium IV. My God! Maka ibu pun dirujuk ke RS Dr. Soetomo.... (bersambung)

No comments: